Bismillahirrohmanirrohim...
Tulisan ini saya tujukan untuk diri saya
sendiri, teman-teman sesama skolioser dan seluruh pembaca yang sempat membaca
tulisan ini. Saya terdorong untuk menulis ini demi memotivasi diri saya sendiri
dan teman-teman skolioser pada khususnya dan semua masyarakat pada umumnya.
Harapan saya adalah ingin membuang semua keluhan-keluhan yang mungkin selalu
saja terbersit pada diri seorang skolioser seperti halnya juga saya yang
merupakan manusia biasa yang tak lepas dari keluh kesah. Tapi bagaimana kita
memanage setiap keluh kesah tersebut menjadi rasa syukur yang membuahkan
pahala.
Dalam hidup, tak ada seorangpun manusia yang
lepas dari ujian dan cobaan. Namun ingatlah, setiap ujian yang menimpa kita,
Allah juga pasti telah memberikan solusinya. Kalaupun belum terpecahkan di
dunia, di akhirat pasti kita mendapat balasannya. Selalu berkhusnudzonlah
kepada Allah atas setiap apa yang menimpa kita.
Setelah saya tau bahwa saya adalah salah satu
skolioser (sebutan untuk penyandang skoliosis) yang ada di dunia ini, baru saya
tau bahwa tidak hanya saya seorang yang mempunyai kelainan ini. Ternyata masih
banyak di luar sana yang juga menyandang predikat skolioser. Diantaranya telah
bergabung dalam Masyarakat Skoliosis Indonesia (MSI). Dari MSI inilah saya tau
bahwa banyak yang bernasib sama dengan saya. Di luar sana pastilah masih banyak
skolioser yang tersebar di desa-desa dan di pelosok-pelosok yang kemungkinan
belum tau bahwa apa yang menimpa dirinya dinamakan skoliosis seperti halnya
pula diri saya dahulu.
Saya baru tau bahwa ke’bungkuk’an yang ada di
punggung ini adalah tanda bahwa saya menyandang skoliosis setelah saya berusia
26 tahun. Dari kecil sampai dewasa yang saya tau hanyalah bahwa saya manusia
tidak normal karena bungkuk sebelah. Keluargapun juga begitu, tidak ada satupun
yang membawa saya berobat atau mencari solusi selain hanya dengan
olahraga-olahraga ringan dan bergantungan di pintu agar ‘bungkuk’ ini tidak
semakin menjadi-jadi.
Mungkin diantara teman-teman skolioser ada yang mengeluh minder dan tidak
percaya diri dengan kondisi ini. Sayapun begitu, bahkan tidak sedikit
teman-teman masa kecil yang mengolok-ngolok keadaan saya ini. Sedih? Tentu iya,
tapi berkeluh kesah mendalam? Tidak. Saya buktikan kepada mereka, meskipun saya
berbeda tapi saya bisa lebih dari mereka dalam hal akademik. Dalam hal olahraga
memang saya selalu lemah, lari selalu paling belakang dan terengah-engah, voly
tidak pandai, basket dan lompat tinggi apalagi. Nilai olahraga selalu jelek,
tapi diimbangi dengan nilai akademik yang bagus. Usah bersedih, usah mengeluh,
dibalik segala kekurangan, Allah pasti selipkan kelebihan.
Mungkin pula diantara teman-teman skolioser
mengeluhkan badan yang pendek karena tulang punggung yang semakin melengkung.
150 cm? 145 cm? Apakah itu pendek?? Mungkin jawabannya adalah ya bila kalian
berdiri diantara teman-teman yang mempunyai tinggi 155 cm ke atas. Bagaimana
dengan saya? Sejak SD sampai kuliah, saya adalah siswa yang selalu paling
pendek diantara teman-teman sekelas bahkan sesekolah hingga se-Universitas
(bisa jadi, karena ini pengamatan saya dari masuk kuliah hingga lulus, mungkin
saja ada yang luput dari pandangan saya). Hingga saya dewasa, tinggi badan saya
paling tinggi ‘hanya’lah 138 cm. Itupun masih berkurang lagi hingga 137 cm
karena skoliosis. Hingga saya masuk ke dunia kerjapun sudah bisa ditebak,
pastilah saya yang paling pendek diantara teman-teman. Sudah pendek, bungkuk
pula. Apa saya minder?? Kadang iya, karena saya hanyalah manusia biasa yang
terkadang merasa iri melihat manusia lain dengan tubuh yang sempurna. Tapi
kembali lagi saya tepis semua perasaan itu. Bila orang lain bisa, maka sayapun
harus bisa, toh semua organ-organ saya normal dan bisa bekerja dengan baik.
Mungkin pula ada di antara teman-teman yang
saat ini masih menjalani masa studi di sekolah maupun kuliah. Menjalani
masa-masa OSPEK, KKN, PKL atau seabrek
kegiatan sekolah dan kegiatan di dunia kampus. Khawatir bagaimana dengan skoli
kalian apabila mengikuti OSPEK, KKN atau semacamnya. Lakukan saja selama kalian
merasa kalian mampu melakukannya. Dan saya pribadi merasa bahwa apa yang bisa
dilakukan oleh orang normal juga bisa dilakukan oleh skolioser selama itu
adalah pekerjaan normal. Selama masa sekolah dan kuliah, semua kegiatan yang
ada, saya berusaha untuk mengikuti dengan baik, saya tutupi sebaik mungkin
kelainan yang saya punya walaupun mungkin memang tidak bisa ditutupi. Saya
berusaha menegapkan badan dan berjalan dengan tegak ditambah lagi saya
bersekolah di sekolah islam yang memakai kerudung. Setelah kuliah sayapun tetap
memakai kerudung (soal kerudung ini akan saya bahas lebih lanjut di bawah).
Sehingga bila orang melihat saya sekilas tidak akan terlihat kelainan yang saya
punya, tetapi tetap bisa melihat bahwa saya kecil dan mungil (pengalihan dari
kata ‘pendek’). Kegiatan ekstra pramuka, drumband, KIR juga saya ikuti di masa
sekolah. Pertanyaan-pertanyaan kenapa saya bungkuk, kenapa jalan saya miring
dan sebagainya yang mungkin membuat kuping panas hanya muncul ketika saya SD,
SMP dan ketika saya mengajar di pondok yang banyak anak kecilnya. Ya, hanya
anak kecil yang mempermasalahkan setiap kelainan yang kita punya. Setelah
dewasa, mungkin pertanyaan itu hanya disimpan dalam hati yang membuat saya lega
bisa leluasa menjalani hidup tanpa pertanyaan-pertanyaan yang kembali
mengungkit ke’tidaknormalan’ diri ini. Intinya janganlah terlalu khawatir
berlebihan atas kondisi yang menimpa kita, tapi tetap kita harus berhati-hati
dalam melakukan aktivitas dan bijak dalam melakukan apa yang boleh dan apa yang
tidak boleh dilakukan demi menjaga agar fisik kita tidak semakin parah.
Dalam bekerja, mungkin ada teman-teman
skolioser yang bingung nantinya akan bekerja di bidang apa. Bumi Allah ini
begitu luas terbentang, setiap manusia telah ditentukan rezekinya dan bagaimana
kita berusaha untuk mengambilnya. Pekerjaan apapun bisa dilakukan oleh
skolioser selama itu adalah pekerjaan ‘normal’. Normal yang saya maksud disini
adalah pekerjaan yang tidak membutuhkan tenaga ekstra kuat seperti
angkut-angkut batu, semen, atau beras di punggung. Walaupun mungkin bisa juga
dilakukan, tapi kasian punggungnya bisa-bisa makin parah kebengkokannya. Saya
pernah bekerja di Laboratorium Kelautan dan Perikanan di Perancak, Jembrana,
Bali, sebuah daerah yang membuat rindu untuk kembali kesana, yang terkadang
perlu untuk mengambil sampel secara langsung. Pergi ke berbagai perairan di
Indonesia untuk mengambil sampel air, lamun dan mangrove. Blusukan ke dalam
hutan mangrove dan menceburkan diri ke dalam lumpur untuk menanam mangrove.
Menaiki perahu dan menelusuri perairan dan terkadang ikut nyebur untuk melihat
indahnya terumbu karang di dasar perairan. Mengasyikkan bukan? Tapi ada satu
yang kurang dari saya, saya tidak bisa berenang sehingga hanya bisa menceburkan
diri di perairan yang dangkal-dangkal saja, he..he..
Lakukanlah hal dan pekerjaan positif yang
mengasyikkan di dunia ini. Jangan terlalu menutup diri sehingga banyak hal yang
sebenarnya bisa kita lakukan menjadi terlewatkan.
Seorang skolioser tidak lepas dari adanya
punuk di punggung, termasuk juga saya. Mungkin ada yang terlintas dalam diri
ini “susah ya pilih baju yang pas buat skolioser seperti kita?” Jawabannya tentu
adalah “YA” kalau baju yang kita maksud adalah baju kebaya, kaos ketat dan
pakaian-pakaian sejenis yang menampakkan lekuk tubuh. Bagaimana dengan saya?
Baju apapun yang saya pakai tidak akan bisa menutupi punuk yang ada di punggung
saya karena sudah begitu besar. Minderkah saya? Ya, pasti saya minder, tapi
tidak saya biarkan berlarut-larut. Kembali lagi kepada setiap orang pasti
memiliki kekurangan dan Allah tidak lupa untuk menyelipkan kelebihan. Kembali
lagi kepada “Lihatlah orang yang berada di bawahmu pada perkara dunia dan
lihatlah orang yang berada di atasmu untuk perkara akhirat”. InsyaAllah rasa
minder dan kurang percaya diri lenyap seketika.
"Foto sebelum operasi, nampak punggung saya sebelah kanan yang lebih menonjol bukan?" Foto diambil di Kebun Raya Bedugul, Bali |
Sewaktu masa sekolah, walaupun sekolah saya
adalah sekolah islami dan mewajibkan siswinya untuk memakai kerudung, namun
saat itu kewajiban untuk berkerudung belum sepenuhnya saya pahami. Sehingga di
sekolah saya memakai kerudung, namun ketika pulang saya lepaskan dan saya hanya
berkerudung ketika sekolah. Ketika saya kuliah dan sering mengikuti kajian,
barulah saya menyadari bahwa perintah menutup aurat dan berkerudung tercantum
dalam Al-quran. Perintah itu sama wajibnya seperti perintah sholat, puasa,
zakat dan haji bagi yang mampu. Akhirnya sejak itu saya berniat untuk berhijab
secara sempurna, bukan hanya berkerudung untuk pergi kuliah saja, tetapi di
setiap keluar rumah.
Perintah untuk menutup aurat dan berjilbab ada
dalam QS. An-Nur ayat 31 dan QS. Al-Ahzab ayat 59, yang artinya sebagai
berikut:
“Dan katakanlah kepada para perempuan yang
beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat.
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami
mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para
perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau
para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan
janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang
beriman, agar kamu beruntung.” (Terjemah QS. An-Nur: 31)
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka menutupkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah
untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.” (Terjemah QS. Al-Ahzab: 59)
Definisi jilbab dalam kamus bahasa arab dan
dalam tafsir al-quran adalah baju kurung yang lapang. Baju kurung yang lapang
biasa disebut jubah atau gamis dalam bahasa kita. Dewasa ini banyak sekali
gamis dengan berbagai corak dan model. Dari model ibu-ibu, model remaja hingga
anak-anak. Jadi kita tidak perlu malu lagi memakai gamis di setiap pergi keluar
rumah. Apalagi ternyata ada perintahnya dalam Al-quran. Tentu saja pilihlah
gamis yang syar’i yaitu yang longgar dan tidak membentuk lekuk tubuh. Jilbab
dan kerudung adalah identitas muslimah yang Allah perintahkan demi kebaikan si
pemakai sendiri. Seperti yang tertera dalam terjemah QS. Al-ahzab ayat 59 di
atas, agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu.
So, kita sudah tidak perlu bingung-bingung
lagi kan untuk memilih baju. Mau seperti apapun bentuk kondisi fisik kita.
Jadi, sekarang niatnya diganti, bukan memilih pakaian untuk menutupi kekurangan
fisik kita, tapi niatkanlah untuk menutup aurat mentaati perintah Allah.
InsyaAllah semuanya menjadi mudah dan berkah.
Mungkin sekarang ada teman-teman yang berkeluh
kesah merasa sendiri, tidak ada lagi orang tua yang menemani dan mendukung
kita. Padahal dengan kondisi kita yang seperti ini alangkah bahagianya ada
orang tua disamping kita yang selalu mengerti keadaan kita apalagi juga
mengerti dengan skoliosis kita dan berusaha untuk mencari solusi demi
memperbaiki tulang punggung kita. Sekali lagi, tidak ada satupun manusia di
dunia ini yang tidak luput dari ujian Allah. Segala apapun yang menimpa diri
kita adalah ujian yang akan meningkatkan derajat ketaqwaan kita apabila kita
mampu menjalani sembari bersyukur. Masih banyak di luar sana anak-anak yang
lahir tanpa ayah. Masih banyak di luar sana anak-anak yang tumbuh dewasa tanpa
sentuhan kasih seorang ibu.
Bagaimana dengan saya? Saya lahir di
lingkungan keluarga yang biasa saja dan sama sekali tidak tahu menahu apa itu
skoliosis. Kelainan yang ada pada diri saya dianggap memang ya sudahlah, memang
begitu, mau bagaimana lagi. Selain memang mungkin karena pendidikan yang tidak
begitu tinggi, juga karena kondisi ekonomi yang biasa saja kalau tidak boleh
dikatakan ekonomi menengah ke bawah. Tapi saya sangat menghormati dan mengagumi
kedua orang tua saya, yang walaupun “membiarkan” kelainan yang ada pada diri
saya, saya tau mereka terus memikirkan saya dan selalu berusaha melakukan yang
terbaik untuk saya. Kalaupun tidak ada usaha apapun untuk memperbaiki kelainan
yang ada pada diri saya, itu karena ketidaktahuan mereka dan ketiadaan
biaya. Sedari kecil, orang tua saya terutama ibu begitu getol menyuruh saya
untuk berolahraga dan bergelantungan di pintu setiap pagi sampai telapak tangan
saya kapalan. Masa-masa awal kuliah, ibu saya dipanggil lebih dulu oleh Allah
secara mendadak. Menyusul kemudian ayah saya pergi ke Kalimantan untuk membuka
usaha disana karena usaha ayah di rumah kolaps sepeninggal ibu saya. Tinggalah
saya hanya berdua dengan kakak perempuan saya satu-satunya berusaha tegar,
berjualan sambil kuliah sampai-sampai kakak saya sering membolos. Karena merasa
tidak sanggup untuk berjualan sambil kuliah, akhirnya kamipun hanya fokus
kuliah dan hanya menunggu kiriman dari ayah serta berusaha bagaimana uang itu
cukup untuk kuliah dan biaya sehari-hari kami.
Sampai akhirnya saat ini, kehidupan saya jauh
dari keluarga. Ibu yang sudah tiada, ayah yang tinggal di Kalimantan, kakak
yang sudah punya kehidupan sendiri dengan keluarga barunya di Malang, dan saya
sendiri bekerja di Bali tanpa ada satupun keluarga disana. Sedihkah saya? Tentu
saya sangat sedih, tentu saya sangat rindu berkumpul di tengah keluarga yang
utuh, menikmati masa-masa bahagia bersama mereka. Tapi semua itu Allah ganti
dengan teman-teman yang baik, teman-teman yang mengerti saya, teman-teman yang
tidak mempermasalahkan kekurangan saya, teman-teman yang ringan tangan membantu
saya dan teman-teman yang terkadang kebaikan mereka membuat saya meneteskan air
mata dan membuat saya lupa kalau saya jauh dari keluarga. Bahkan di setiap
lebaran pun saya tidak pernah berkumpul secara utuh dengan keluarga semenjak
saya bekerja di Bali. Tapi tidak lupa saya syukuri, walaupun tidak ada ibu,
tidak ada ayah, tidak ada kakak (karena mudik ke rumah mertuanya), masih ada
bulek, paklek dan sepupu-sepupu saya tiap saya pulang ke Malang.
Kembali ke permasalahan skoliosis, sungguh
sebenarnya tidak ada orang tua yang tidak peduli dan membiarkan kekurangan
kita. Betapa saya menangis mendengar ayah saya meminta maaf karena dulu tidak
bisa membawa saya berobat karena ketiadaan biaya. Jadi jangan pernah
menyalahkan orang tua apabila mereka saat ini belum bisa membawa kalian ke
tempat-tempat dimana kalian bisa memperbaiki kondisi skoliosis kalian, entah
dengan terapi atau dengan operasi. Usaha apapun yang kalian bisa lakukan,
lakukanlah. Yang sudah berani dan sudah punya cukup uang, operasi tentu sangat
baik. Yang belum punya uang cukup dan belum punya keberanian, terapi juga tidak
ada salahnya untuk dilakukan. Karena tidak ada usaha yang sia-sia selama kita
berusaha dengan sungguh-sungguh dengan penuh keyakinan. Bagaimana dengan saya?
Saat saya menulis ini, saya dalam kondisi 2,5 bulan pasca operasi. Ya, saya
sudah menjalani operasi skoliosis (Cerita selengkapnya mengenai operasi
skoliosis saya sudah saya tuliskan di Pulang ke Malang demi Operasi Skoliosis). Padahal sebelumnya saya sudah
menutup pintu rapat-rapat dari keinginan saya untuk operasi karena saya merasa
tidak sanggup untuk memikirkan biaya operasi ini. Namun karena dorongan dari
teman-teman dan juga pemikiran dari mereka bagaimana saya bisa memperoleh biaya
untuk operasi ini, akhirnya saya mantap untuk menjalani operasi walaupun dengan
kompensasi gaji saya yang dipotong hingga separuh lebih selama bertahun-tahun
ke depan. Saya sendiri sempat merasa geli terngiang-ngiang perkataan dari salah
satu teman saya, “Kita kan kerja di instansi kesehatan, masa diri kita sendiri
tidak sehat sih?” Sebenarnya saya merasa sehat, tapi semakin kesini, seiring
kondisi skoli saya yang semakin parah dan aktivitas yang semakin padat, saya
selalu menahan badan agar bisa tegap ketika duduk maupun berdiri dan itu
membuat saya sangat lelah. Di samping itu, ternyata banyak teman-teman yang
memperhatikan kondisi fisik saya yang memang terlihat sangat bungkuk dan
memotivasi saya untuk memperbaikinya. Lagi-lagi, pendek dan bungkuk, itulah
saya. Sekarang sudah 3 bulan saya cuti dari kantor demi operasi skoliosis ini.
Sebentar lagi saya sudah harus kembali ke Politeknik Kesehatan Denpasar, tempat
saya mengabdi semenjak 2 tahun yang lalu. Tentunya dengan keadaan yang lebih
baik, InsyaAllah.
"Dua bulan pasca Operasi, masih pake penyangga sampai ke leher, karena kebengkokan tulang belakang saya sampai cervical" |
Sungguh, betapa Allah sangat sayang kepada
kita bukan? Bila kita merasa penuh dengan kekurangan, lihatlah orang yang lebih
kurang dari kita. Kita merasa pendek? Lihatlah orang yang lebih pendek dari
kita. Tulang kita bengkok karena skoli? Lihatlah orang yang punya kelainan yang
lebih parah dari kita. Masih banyak orang di luar sana yang lebih menderita
daripada kita bila kita mau melihat sekeliling kita. Bila kita selalu merasa
sakit, pegal, sesak nafas dan lelah karena skoli kita, ingatlah bahwa Allah
akan menghapus dosa-dosa kita dalam setiap sakit yang kita rasakan. Selalu
lihatlah ke bawah dalam perkara dunia, dan lihatlah ke atas dalam perkara
akhirat. Masalah fisik adalah masalah dunia yang tidak kekal. Tapi tentu saja
kita tidak boleh lupa merawat dan menjaga kesehatan fisik yang telah dititipkan
Allah kepada kita. Itu adalah salah satu bentuk rasa syukur kita atas nikmat
yang telah diberikan-Nya. Irilah kepada orang yang lebih sholeh dan sholehah
daripada kita. Irilah dengan orang yang selalu giat memperbaiki diri. Irilah
dengan orang yang giat dan ulet belajar dan bekerja. Jangan iri dengan
kecantikan dan kesempurnaan fisik orang lain. Kecantikan dan kesempurnaan fisik
hanyalah titipan yang suatu saat bisa saja diambil oleh Allah. Tetapi
kesholehan dan kesempurnaan perilaku kita adalah hal yang sangat bisa kita
upayakan yang akan menambah nilai diri kita dihadapan-Nya dan di hadapan
manusia lain.
Ingatlah bahwa kebengkokan tulang kita
hanyalah setitik dari ujian-Nya yang menimpa kita. Sementara betapa banyak
nikmat lain yang telah Allah anugerahkan kepada kita. Nikmat yang bila kita
hitung niscaya kita tidak akan sanggup untuk menghitungnya. Lihatlah orang yang
lumpuh yang hanya bisa tergeletak di tempat tidur atau di kursi roda. Kita
pasti akan berkata betapa beruntungnya diri kita yang masih bisa bergerak
leluasa dengan tangan dan kaki kita. Tapi lihatlah di akhirat nanti, betapa
beruntungnya orang yang lumpuh itu karena tidak melalui waktu yang lama untuk
dihisab, karena selama hidup tangan dan kakinya tidak pernah melakukan dan
tidak pernah pergi ke tempat-tempat maksiat karena kelumpuhannya. Sementara kita?
Tangan kita, kaki kita, mulut kita, mata kita, telinga kita, semuanya akan
ditanya oleh Allah untuk apa selama kita hidup di dunia. Ya Allah Ya
Robb...ampunilah segala dosa-dosa kami...
Boleh saja kita bersedih, namun jadikanlah
kesedihan itu menghasilkan buah kesabaran. InsyaAllah tiada pahala yang
tercurah sebesar pahala kesabaran.
“Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang
indah.” (Terjemah QS. Al-Ma’arij: 5)
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang
bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Terjemah QS. Az-Zumar:
39)
Bergembiralah teman, lakukanlah segala
kebaikan yang bisa kita lakukan, munculkanlah setiap potensi yang ada pada diri
kita, berusahalah dan janganlah berputus asa, serta jadilah pribadi yang selalu
bersyukur sehingga kita lupa bahwa kita adalah skolioser. Hidup skolioser!!!
Wallahu a’lam bish showab.
Alhamdulillahirobbil’alamiin...