Kamis, 27 Juni 2013

Pulang ke Malang demi Operasi Skoliosis

Rontgen Sebelum Operasi



Rontgen Sebelum Operasi


Rontgen Sesudah Operasi
Sehari Sebelum Pulang, Smile...
Alhamdulillahirobbil’alamiin...tak henti-hentinya puji syukur ku panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya dan atas segala terkabulnya doa sehingga saat ini aku sudah menjalani operasi koreksi skoliosis yang sudah mencapai derajat 115 ini. Walaupun semua dokter dan perawat selalu mengatakan “kenapa baru sekarang?” Setelah skoliosisku sudah separah ini dan usiaku juga sudah mencapai angka 28. Tapi aku yakin segala sesuatu yang Allah ciptakan tidak ada yang sia-sia. Begitu pula segala yang kita usahakan dalam rangka kebaikan tentu juga tidak akan sia-sia. Dan memang beginilah, aku baru mampu mengusahakan operasi ini di usia sekarang. Operasi skoliosis bagiku termasuk operasi yang sangat mahal sehingga dulu hal ini hanyalah angan-angan yang rasanya sulit untuk tercapai. Walaupun baru melakukan operasi setelah semua orang mengatakan terlambat, namun hal ini sudah merupakan hal yang sangat luar biasa bagiku dan hal yang sangat harus disyukuri.
Perjalanan menuju operasi ini baru ku mulai tahun 2011 saat usiaku 26 tahun. November 2011, barulah aku bertemu dengan dr. I Ketut Suyasa, Sp.OT(K)Spine di Denpasar atas dukungan teman-temanku di instansi kesehatan. Hasil rontgen juga semakin mendukung keparahan derajat skoliosisku yang membuat semua orang geleng-geleng kepala termasuk diriku sendiri..hehe.. Pilihan yang diberikan oleh dokter hanya satu yaitu operasi. Mengenai hal ini juga sudah kuceritakan di tulisan blogku sebelumnya.
Karena mahalnya biaya operasi dan berpikir mengenai resikonya membuatku berhenti untuk memikirkan skoliosis ini. Sampai setahun lamanya aku sudah tidak ambil pusing mengenai skoliosis ini. Hingga akhir tahun 2012, aku menemukan sebuah buku yang berjudul Program Pencegahan dan Penyembuhan Skoliosis untuk Anda yang kemudian aku beli melalui situs Amazon.com. Dalam buku tersebut dijelaskan diantaranya mengenai asupan nutrisi dan program latihan untuk penyandang skoliosis. Sempat ku praktekkan sebentar dan akhirnya aku merasa putus asa mengingat kondisi skoliosisku yang parah. Padahal alasan sebenarnya adalah aku malas berolahraga..hehe..
Hingga akhirnya di awal tahun 2013, aku diajak oleh mbak Wilan untuk menemui kakaknya yang merupakan seorang dokter ortopedi. Awal Maret 2013, aku bertemu dengan dr. Anggi, Sp.OT di RSOT Surabaya. Disini aku mendapat penjelasan panjang dan lebar mengenai skoliosisku dan dari penjelasan dokter Anggi aku mulai kembali memikirkan untuk menjalani operasi skoliosis. Saat itu aku mulai mantap untuk menjalani operasi tapi satu yang kupikirkan, biayanya dari manaaaaaaaaaaaaa?????????????? (Tanda tanyanya panjang sesuai dengan betapa mahalnya biaya operasi skoliosis, bagiku lo yaa....). Mengenai resiko setelah operasi, dengan penjelasan dari dokter Anggi yang begitu lengkap membuatku rasa takutku jauh berkurang. Terimakasih dokter Anggi...

26 Maret 2013
Aku mulai mencari alternatif rumah sakit pemerintah sehingga aku bisa memanfaatkan fasilitas Askes yang aku punya sehingga bisa membantu mengurangi beban biaya yang harus aku tanggung. Pilihan pertama jatuh ke RSCM karena disana aku bisa menemui dr. Rahyus Salim, Sp.OT(K)Spine yang aku kenal dari blog yang beliau tulis dan dari Masyarakat Skoliosis Indonesia. Beberapa kali pula konsultasi dengan beliau melalui email. Akhirnya aku berkesempatan menemui beliau langsung di RSCM Kencana Jakarta. Penjelasan dari dokter Salim semakin menguatkan niatku untuk melakukan operasi. Karena bila tidak, maka derajat skoliosisku akan semakin bertambah dari tahun ke tahun. Dengan operasi, selain mengurangi derajat skoliosisku juga akan menyetop pertumbuhannya. Kemudian aku dipertemukan dengan dokter Pram, asisten dokter Salim untuk bertanya segala sesuatu mengenai operasi. Aku juga menemui pihak askes RSCM bertanya bagaimana alur agar aku bisa operasi disana. Tetap aku harus mendapat rujukan dari Denpasar karena kartu askesku adalah askes Denpasar. Walaupun mempunyai askes, aku tetap harus menyiapkan dana yang tidak sedikit untuk biaya implan yang akan ditanam di punggungku karena tidak ditanggung oleh askes.

April 2013
Bulan April merupakan bulan dimana aku wara wiri demi mencari dana dan mencari rujukan askes. Rujukan dari Puskesmas dan RSUD dengan mudahnya aku dapatkan untuk kemudian dibawa ke RSUP Sanglah Denpasar. Sekarang pilihannya menjadi apakah operasi di Denpasar, Surabaya, Jakarta atau Malang? Akhirnya pilihannya kembali pada keluarga besar. Karena ini adalah operasi besar, otomatis harus ada dukungan dari keluarga besar. Dan karena keluarga besarku ada di Malang, akhirnya pilihan terakhir jatuh di Malang. Dengan bantuan dr. I Ketut Suyasa, Sp.OT(K)Spine, akhirnya aku mendapat rujukan ke RSUD Syaiful Anwar Malang dengan dr. Syaifullah Asmiragani, Sp.OT(K)Spine.

Mei 2013
 Awal Mei aku mulai mengurus ijin cuti untuk pulang ke Malang demi menjalani operasi skoliosis. Dengan dukungan penuh dari teman-teman kerja akhirnya dengan mantap aku pulang ke Malang. Sebelum menuju RSUD Syaiful Anwar Malang, aku bertemu dengan Pak Restu yang merupakan perawat anastesi di RSSA. Pak Restu inilah yang membantu segala proses sebelum menuju operasi termasuk menguruskan prosedur askes dan mengantar ke tempat-tempat cek up di RSSA.
14 Mei 2013
Dengan diantar kakak, aku bertemu dengan dokter Syaiful di paviliun GPH RSSA. Ketika aku masuk, dokter Syaiful sudah memegang hasil rontgen pertamaku yang sudah dibawakan oleh Pak Restu.
Aku                        : “Pagi dok..”
dr. Syaiful            : “Wah..akhirnya ketemu juga nih setelah sebelumnya cuma ketemu di facebook..”
Aku                        : “Hehe..iya dok..”
dr. Syaiful            : “Waduh..kenapa baru sekarang nih, sudah berat sekali ini..” (sambil melihat foto rontgen)
Aku                        : “Hehe..”
dr. Syaiful            : “Mau operasi?”
Aku                        : “Iya mau..”
dr. Syaiful            : “Coba saya lihat dulu ya..”
Begitulah sekelumit percakapan awal dengan dokter Syaiful yang kemudian berlanjut dengan pemeriksaan tulang punggungku hingga akhirnya dokter Syaiful berujar bahwa tulangku sudah kaku dan ini merupakan kasus terberat yang pernah beliau tangani. Kemudian beliau memberi rujukan untuk periksa fungsi paru dan rontgen ulang serta memberi rujukan untuk ngamar agar bisa segera dilaksanakan operasi.

16 Mei 2013
Hari ini aku membuat janji dengan dokter Putu spesialis paru untuk tes fungsi paru. Dari hasil tes dengan cara meniup pada sebuah alat tes fungsi paru, ternyata hasil tes fungsi paruku hanya setengah dari nilai normal. Kesimpulan yang diperoleh adalah fungsi paruku hanya 51%. Dari nilai tersebut, resiko untuk operasi tulang belakang adalah kecil menuju sedang. Setelah selesai tes fungsi paru, aku menuju ruang askes RSSA untuk mengurus prosedur askes. Semua yang kujalani hari ini diantar dan dibantu oleh Pak Restu. Semuanya jadi mudah dan lancar, Alhamdulillah..
17 Mei 2013
Setelah mendapat hasil rontgen terbaru dan hasil tes fungsi paru, aku bertemu lagi dengan dokter Syaiful. Melihat hasil tes fungsi paruku, beliau langsung mengatakan ok dan memberi surat rujukan untuk ngamar di RS. Dari sini, kembali kegalauan melanda, aku bingung harus memilih kamar yang mana karena kamar juga menentukan biaya operasi. Dengan berbagai pertimbangan dan beberapa saran dari Pak Restu dan juga keluarga akhirnya beberapa hari kemudian aku mantap memilih kamar di ruang melati paviliun Graha Puspa Husada RSSA. Tapi aku belum langsung memesan kamar karena masih ingin memohon petunjuk dulu dari Yang Maha Kuasa semoga dipilihkan jalan yang terbaik.

21 Mei 2013
Akhirnya hari Selasa ini, aku baru mendapatkan kamar di paviliun karena disini banyak sekali antrian yang akan masuk sehingga untuk bisa ngamar harus booking terlebih dahulu. Sempat berpikir, hmm..pesen kamar rumah sakit seperti pesen kamar hotel. Tapi, memang di paviliun sini istilahnya adalah swastanya RSSA tapi masih bisa menggunakan fasilitas askes. Masuk ke kamar terima, aku langsung diukur tinggi, berat badan, tes jantung, cek darah dan rontgen torax. Setelah itu aku langsung diantar ke kamar 313 ruang melati. Hhh..bingung juga pas sudah di kamar, mau ngapain? Kan aku masih sehat wal’afiat. Tapi tak lama kemudian datanglah perawat yang memasangkan tempat suntik di tanganku yang aw..aw..aw..sakit sih tapi sedikit. Kemudian datanglah dokter Syaiful yang mengatakan bahwa operasiku dijadwalkan hari Jumat setelah sholat Jumat dan mengatakan pada perawat suntikan apa saja yang perlu diberikan padaku mulai hari ini. Jadi mulai hari ini sebelum operasi, rutin setiap pagi dan sore aku mendapatkan suntikan vitamin C dan vitamin K. Selebihnya aku masih bisa jalan-jalan keliling paviliun sambil menunggu jadwal operasi.

22 Mei 2013
Hari ini ada jadwal MRI. Nah, MRI inilah yang membuatku terpaksa melepas kawat gigi yang baru terpasang di gigi ini selama 6 bulan. Padahal seharusnya kawat gigi ini masih harus menempel di gigi ini selama 1,5 tahun lagi. Tapi apa daya, demi sebuah operasi skoliosis, aku harus rela melepaskan kawat gigi ini walaupun dengan sedikit berat hati mengingat biaya pemasangannya..hiks..hiks.. Aku sudah melepas kawat gigi ini setelah bertemu dokter Syaiful pertama kali. Aku kembali bertanya kepada beliau untuk meyakinkan apakah memang kawat gigi ini harus dilepas?? Tentu saya beliau menjawab ya, karena MRI menggunakan medan magnet yang dapat menarik semua logam. Bisa-bisa gigiku terlempar keluar semua...aw..aw..aw.. Saat itu akhirnya aku mencari dokter gigi spesialis orthodonti untuk melepaskan bracket yang udah terlanjur menempel di gigi ini selama 6 bulan. Bersyukur akhirnya aku bertemu dengan drg. Masita. Dengan menjelaskan keadaanku yang harus dioperasi secepatnya dan harus melepas bracket ini karena harus MRI dan aku tidak mungkin kembali ke Denpasar hanya untuk sekedar melepas bracket akhirnya beliau bersedia melepaskan bracketku dan membuatkanku retainer agar gigiku tidak kembali berantakan karena proses pergeseran gigi masih berlangsung.
Kembali ke proses MRI. Setelah meyakinkan bahwa aku tidak memakai logam sama sekali di tubuh, petugas MRI mulai menyuruhku berbaring, menata tubuhku sedemikian rupa dan menyelimuti tubuhku dengan selimut tebal dan memasang headset di telingaku. Tak lama kemudian masuklah tubuhku secara perlahan-lahan ke dalam lorong MRI. Aku merasa lamaaaaaaaaa sekali di dalam lorong sampai tulang-tulangku terasa sakit. Aku tidak begitu memperhatikan berapa jam aku ada di dalam lorong MRI. Tapi aku ingat ketika keluar dari kamar dan diantar perawat menuju ruang MRI, saat itu jam menunjukkan pukul 08.30 dan ketika aku kembali ke kamar, waktu sudah menunjukkan pukul 11.30. Wow...selama itukah berarti aku berada di ruang MRI?

23 Mei 2013
Hari ini hari terakhir aku bebas sebelum operasi. Sebelum operasi, aku ingin menikmati hari ini dengan berjalan-jalan dengan sepupuku sambil membeli es krim. Tepat ketika aku sampai di depan pintu sebelum melangkahkan kaki keluar kamar, dokter Syaiful sudah muncul di hadapanku. Beliau mengingatkan bahwa besok jadwal operasiku sekitar pukul 13.00 WIB. Aku bertanya, apa ada hal-hal yang mungkin perlu saya persiapkan dok? Beliau menjawab dengan simpel, banyak-banyak berdoa. Sore harinya, dr. Rudi Hartono, Sp.An datang ke kamar dan memperkenalkan diri bahwa beliau yang akan bertindak sebagai dokter anastesiku besok dan bertanya serta menjelaskan beberapa hal terkait prosedur anastesi pada operasiku besok.

24 Mei 2013
Teng..teng..teng..tak terasa tibalah jadwal operasi. Pagi-pagi setelah memberikan suntikan rutin, perawat menyuruhku segera mandi karena akan segera dipasang infus. Pukul 07.00 aku sudah mulai berpuasa. Rasanya waktu berjalan sangat singkat hingga akhirnya pukul 12.30 aku di tes alergi dan diberikan suntikan antibiotik kemudian disuruh berganti pakaian operasi. Pukul 13.00, perawat yang akan mengantarku ke ruang operasi sudah tiba sambil membawa kursi roda. Sepanjang perjalanan menuju ruang operasi, badanku panas dingin sambil bibirku terus mengucap dzikir dan doa. Sampai di dalam kamar operasi, aku sudah tidak sempat menghitung berapa banyak orang yang ada disana. Semua sudah menggunakan masker dan penutup kepala. Rasanya banyak sekali dokter-dokter yang ada disana. Aku juga sempat melihat beberapa di antara mereka memasang dan mengamati foto rontgenku. Setelah itu, salah seorang dokter yang bernama dokter Harun memperkenalkan diri sebagai asisten dokter Syaiful yang akan membantu proses operasiku. Dokter Harun juga menjelaskan bahwa nanti aku akan dibangunkan untuk menggerak-gerakkan kakiku. Tepat setelah itu, aku sama sekali tidak mengingat apapun sampai keesokan harinya. Kemudian baru aku tau bahwa aku keluar dari ruang operasi pada pukul 22.00 WIB dan mampir dulu di ruang ICU.

25 Mei 2013
Aku tidak tau pukul berapa ketika aku tepat membuka mata. Yang ku ingat saat itu aku berada di ruang ICU dan banyak sekali rasanya alat-alat yang ada di sisiku. Di hidungku juga terpasang selang oksigen. Semua yang ku lihat serba samar-samar. Kakak iparku datang untuk menyuapiku makan pagi tapi aku sama sekali tak berselera makan. Aku memaksakan diri untuk menelan makanan yang masuk ke mulutku dan tak berselang lama semua yang telah ku telan termuntahkan kembali. Kemudian datang seseorang yang menyuruhku menggerak-gerakkan kaki dan tanganku. Seseorang itupun hanya samar-samar ku lihat. Entah itu dokter anastesiku, entah asisten dokter, benar-benar aku tidak bisa melihat dengan jelas. Semua badanku termasuk mata terasa berat. Siangnya paklekku datang untuk menyuapiku makan siang dan aku sama sekali tak ingin makan. Aku takut muntah lagi setelah tadi sudah muntah dua kali. Akhirnya aku dibuatkan susu tinggi kalori dan protein untuk menggantikan asupan makan siangku. Itupun hanya mampu ku minum sedikit. Sampai-sampai perawat mengatakan kepadaku kalau aku tidak mau makan nanti bisa-bisa dipasangkan selang melalui hidung untuk memasukkan makanan. Kemudian ada perawat yang meminumkan susu kepadaku sambil menasehati bahwa harus ada asupan makanan yang masuk ke tubuhku. Akhirnya pukul 14.00, aku sudah dipindahkan ke kamarku semula.
Sampai di kamar, sudah banyak keluarga dan teman-teman yang menjenguk. Karena kondisiku sangat lemah, aku hampir-hampir tidak bisa berbicara tapi aku sempatkan untuk menyapa mereka. Selebihnya aku hanya mampu terdiam sambil merasakan sakit yang mulai terasa di punggung ini.

26 Mei 2013 s/d 3 Juni 2013
Tidak banyak yang bisa kulakukan setelah menjalani operasi selain makan, tidur dan minum obat. Tapi aku merasa hampir tidak bisa tidur karena merasakan sakit yang teramat sangat di punggung. Sempat aku berkata pada perawat ingin dibius lagi karena sangat tidak tahan dengan sakit yang ku rasakan. Kerabat dan para tetangga banyak yang menjengukku di rumah sakit, padahal aku tidak bilang ke para tetangga, keluargapun hanya keluarga dekat yang tau. Senangnya mereka datang, walaupun ketika mereka datang, aku masih terbujur lemah tak berdaya di kasur. Ada satu lagi kejutan untukku, 2 hari pasca operasi seorang sobat dari Masyarakat Skoliosis Indonesia datang menjengukku. Ya, baru hari itu kami bertemu setelah sebelumnya hanya berkomunikasi via fb dan sms. Aku biasa memanggilnya Gluck, sesuai nama yang pertama kali kukenal darinya. Dia datang bersama ayah dan adiknya langsung dari Mojokerto. Tapi sayang kami tidak sempat berfoto bersama, karena hari itu aku masih sangat tidak berdaya menahan sakit dan sama sekali tidak kepikiran untuk mengabadikan momen ini. Baru setelah mereka pulang, terlintaslah di pikiranku kenapa tadi tidak foto bareng. Aaaahhh...selalu saja ingat belakangan. Terimakasih Gluck n fams udah jauh-jauh jengukin aku. Menjadi kekuatan tersendiri dihibur sesama penyandang skoliosis.
Enam hari pasca operasi alat TCO ku sudah jadi dan aku mulai memakainya dan mulai belajar berjalan. Waaahh..bahagianya bangun dari tempat tidur setelah seminggu lamanya hanya bisa berbaring atau duduk di kasur. Setelah dirasa cukup kuat untuk berjalan-jalan, akhirnya hari Senin, 3 Juni 2013 aku diperbolehkan pulang oleh dokter. Walaupun sudah diperbolehkan pulang, tapi aku harus mematuhi saran dokter untuk terus memakai alat penyangga selama 3 bulan dan tidak boleh melakukan aktivitas berat. Welcome home Sofi...
Setelah menjalani operasi banyak perubahan positif yang aku rasakan, diantaranya punggung bagian kiriku yang sebelumnya tertarik ke arah kanan menjadi 'lurus' dan aku tidak harus menahannya lagi dengan tangan ketika duduk, dadaku yang sebelumnya agak membusung sudah berkurang, tonjolan di punggung kanan juga berkurang, dan aku menjadi bertambah tinggi 5 cm. Alhamdulillah...
O iya, hampir lupa, jadi skoliosisku ini disebabkan oleh neurofibromatosis yaitu semacam tumor jinak yang menyerang saraf yang dapat menimbulkan masalah dalam kerangka tubuh, seperti kelainan lengkung tulang belakang (kifoskoliosis), kelainan bentuk tulang iga, pembesaran tulang panjang pada lengan dan tungkai serta kelainan tulang tengkorak dan di sekitar mata.
Begitulah cerita singkat mengenai perjalanan operasi skoliosisku, semoga bisa menjadi referensi buat kalian yang juga sama sepertiku memiliki kelainan di tulang belakang. Seperti yang sudah ku tuliskan di awal, semua yang diciptakan oleh-Nya tidak ada yang sia-sia, begitupula dengan skoliosis yang kita miliki. Maka berusahalah semampu kita tanpa bersedih hati karena segala usaha yang kita lakukan pun pasti tidak ada yang sia-sia. Ayo semangat!!! Walaupun memiliki tulang belakang yang bengkok, bukan berarti kita kurang sempurna dari yang tulang belakangnya lurus, justru kita diberi kelebihan oleh-Nya. Bukankah sesuatu yang langka itu unik?