Jumat, 09 Agustus 2013

Semangat dan Syukur para Skolioser


Bismillahirrohmanirrohim...

Tulisan ini saya tujukan untuk diri saya sendiri, teman-teman sesama skolioser dan seluruh pembaca yang sempat membaca tulisan ini. Saya terdorong untuk menulis ini demi memotivasi diri saya sendiri dan teman-teman skolioser pada khususnya dan semua masyarakat pada umumnya. Harapan saya adalah ingin membuang semua keluhan-keluhan yang mungkin selalu saja terbersit pada diri seorang skolioser seperti halnya juga saya yang merupakan manusia biasa yang tak lepas dari keluh kesah. Tapi bagaimana kita memanage setiap keluh kesah tersebut menjadi rasa syukur yang membuahkan pahala.

Dalam hidup, tak ada seorangpun manusia yang lepas dari ujian dan cobaan. Namun ingatlah, setiap ujian yang menimpa kita, Allah juga pasti telah memberikan solusinya. Kalaupun belum terpecahkan di dunia, di akhirat pasti kita mendapat balasannya. Selalu berkhusnudzonlah kepada Allah atas setiap apa yang menimpa kita.

Setelah saya tau bahwa saya adalah salah satu skolioser (sebutan untuk penyandang skoliosis) yang ada di dunia ini, baru saya tau bahwa tidak hanya saya seorang yang mempunyai kelainan ini. Ternyata masih banyak di luar sana yang juga menyandang predikat skolioser. Diantaranya telah bergabung dalam Masyarakat Skoliosis Indonesia (MSI). Dari MSI inilah saya tau bahwa banyak yang bernasib sama dengan saya. Di luar sana pastilah masih banyak skolioser yang tersebar di desa-desa dan di pelosok-pelosok yang kemungkinan belum tau bahwa apa yang menimpa dirinya dinamakan skoliosis seperti halnya pula diri saya dahulu.

Saya baru tau bahwa ke’bungkuk’an yang ada di punggung ini adalah tanda bahwa saya menyandang skoliosis setelah saya berusia 26 tahun. Dari kecil sampai dewasa yang saya tau hanyalah bahwa saya manusia tidak normal karena bungkuk sebelah. Keluargapun juga begitu, tidak ada satupun yang membawa saya berobat atau mencari solusi selain hanya dengan olahraga-olahraga ringan dan bergantungan di pintu agar ‘bungkuk’ ini tidak semakin menjadi-jadi.

Mungkin diantara teman-teman  skolioser ada yang mengeluh minder dan tidak percaya diri dengan kondisi ini. Sayapun begitu, bahkan tidak sedikit teman-teman masa kecil yang mengolok-ngolok keadaan saya ini. Sedih? Tentu iya, tapi berkeluh kesah mendalam? Tidak.  Saya buktikan kepada mereka, meskipun saya berbeda tapi saya bisa lebih dari mereka dalam hal akademik. Dalam hal olahraga memang saya selalu lemah, lari selalu paling belakang dan terengah-engah, voly tidak pandai, basket dan lompat tinggi apalagi. Nilai olahraga selalu jelek, tapi diimbangi dengan nilai akademik yang bagus. Usah bersedih, usah mengeluh, dibalik segala kekurangan, Allah pasti selipkan kelebihan.

Mungkin pula diantara teman-teman skolioser mengeluhkan badan yang pendek karena tulang punggung yang semakin melengkung. 150 cm? 145 cm? Apakah itu pendek?? Mungkin jawabannya adalah ya bila kalian berdiri diantara teman-teman yang mempunyai tinggi 155 cm ke atas. Bagaimana dengan saya? Sejak SD sampai kuliah, saya adalah siswa yang selalu paling pendek diantara teman-teman sekelas bahkan sesekolah hingga se-Universitas (bisa jadi, karena ini pengamatan saya dari masuk kuliah hingga lulus, mungkin saja ada yang luput dari pandangan saya). Hingga saya dewasa, tinggi badan saya paling tinggi ‘hanya’lah 138 cm. Itupun masih berkurang lagi hingga 137 cm karena skoliosis. Hingga saya masuk ke dunia kerjapun sudah bisa ditebak, pastilah saya yang paling pendek diantara teman-teman. Sudah pendek, bungkuk pula. Apa saya minder?? Kadang iya, karena saya hanyalah manusia biasa yang terkadang merasa iri melihat manusia lain dengan tubuh yang sempurna. Tapi kembali lagi saya tepis semua perasaan itu. Bila orang lain bisa, maka sayapun harus bisa, toh semua organ-organ saya normal dan bisa bekerja dengan baik.

Mungkin pula ada di antara teman-teman yang saat ini masih menjalani masa studi di sekolah maupun kuliah. Menjalani masa-masa OSPEK, KKN, PKL  atau seabrek kegiatan sekolah dan kegiatan di dunia kampus. Khawatir bagaimana dengan skoli kalian apabila mengikuti OSPEK, KKN atau semacamnya. Lakukan saja selama kalian merasa kalian mampu melakukannya. Dan saya pribadi merasa bahwa apa yang bisa dilakukan oleh orang normal juga bisa dilakukan oleh skolioser selama itu adalah pekerjaan normal. Selama masa sekolah dan kuliah, semua kegiatan yang ada, saya berusaha untuk mengikuti dengan baik, saya tutupi sebaik mungkin kelainan yang saya punya walaupun mungkin memang tidak bisa ditutupi. Saya berusaha menegapkan badan dan berjalan dengan tegak ditambah lagi saya bersekolah di sekolah islam yang memakai kerudung. Setelah kuliah sayapun tetap memakai kerudung (soal kerudung ini akan saya bahas lebih lanjut di bawah). Sehingga bila orang melihat saya sekilas tidak akan terlihat kelainan yang saya punya, tetapi tetap bisa melihat bahwa saya kecil dan mungil (pengalihan dari kata ‘pendek’). Kegiatan ekstra pramuka, drumband, KIR juga saya ikuti di masa sekolah. Pertanyaan-pertanyaan kenapa saya bungkuk, kenapa jalan saya miring dan sebagainya yang mungkin membuat kuping panas hanya muncul ketika saya SD, SMP dan ketika saya mengajar di pondok yang banyak anak kecilnya. Ya, hanya anak kecil yang mempermasalahkan setiap kelainan yang kita punya. Setelah dewasa, mungkin pertanyaan itu hanya disimpan dalam hati yang membuat saya lega bisa leluasa menjalani hidup tanpa pertanyaan-pertanyaan yang kembali mengungkit ke’tidaknormalan’ diri ini. Intinya janganlah terlalu khawatir berlebihan atas kondisi yang menimpa kita, tapi tetap kita harus berhati-hati dalam melakukan aktivitas dan bijak dalam melakukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan demi menjaga agar fisik kita tidak semakin parah.

Dalam bekerja, mungkin ada teman-teman skolioser yang bingung nantinya akan bekerja di bidang apa. Bumi Allah ini begitu luas terbentang, setiap manusia telah ditentukan rezekinya dan bagaimana kita berusaha untuk mengambilnya. Pekerjaan apapun bisa dilakukan oleh skolioser selama itu adalah pekerjaan ‘normal’. Normal yang saya maksud disini adalah pekerjaan yang tidak membutuhkan tenaga ekstra kuat seperti angkut-angkut batu, semen, atau beras di punggung. Walaupun mungkin bisa juga dilakukan, tapi kasian punggungnya bisa-bisa makin parah kebengkokannya. Saya pernah bekerja di Laboratorium Kelautan dan Perikanan di Perancak, Jembrana, Bali, sebuah daerah yang membuat rindu untuk kembali kesana, yang terkadang perlu untuk mengambil sampel secara langsung. Pergi ke berbagai perairan di Indonesia untuk mengambil sampel air, lamun dan mangrove. Blusukan ke dalam hutan mangrove dan menceburkan diri ke dalam lumpur untuk menanam mangrove. Menaiki perahu dan menelusuri perairan dan terkadang ikut nyebur untuk melihat indahnya terumbu karang di dasar perairan. Mengasyikkan bukan? Tapi ada satu yang kurang dari saya, saya tidak bisa berenang sehingga hanya bisa menceburkan diri di perairan yang dangkal-dangkal saja, he..he..
Lakukanlah hal dan pekerjaan positif yang mengasyikkan di dunia ini. Jangan terlalu menutup diri sehingga banyak hal yang sebenarnya bisa kita lakukan menjadi terlewatkan.

Seorang skolioser tidak lepas dari adanya punuk di punggung, termasuk juga saya. Mungkin ada yang terlintas dalam diri ini “susah ya pilih baju yang pas buat skolioser seperti kita?” Jawabannya tentu adalah “YA” kalau baju yang kita maksud adalah baju kebaya, kaos ketat dan pakaian-pakaian sejenis yang menampakkan lekuk tubuh. Bagaimana dengan saya? Baju apapun yang saya pakai tidak akan bisa menutupi punuk yang ada di punggung saya karena sudah begitu besar. Minderkah saya? Ya, pasti saya minder, tapi tidak saya biarkan berlarut-larut. Kembali lagi kepada setiap orang pasti memiliki kekurangan dan Allah tidak lupa untuk menyelipkan kelebihan. Kembali lagi kepada “Lihatlah orang yang berada di bawahmu pada perkara dunia dan lihatlah orang yang berada di atasmu untuk perkara akhirat”. InsyaAllah rasa minder dan kurang percaya diri lenyap seketika.
"Foto sebelum operasi, nampak punggung saya sebelah kanan yang lebih menonjol bukan?" Foto diambil di Kebun Raya Bedugul, Bali


Sewaktu masa sekolah, walaupun sekolah saya adalah sekolah islami dan mewajibkan siswinya untuk memakai kerudung, namun saat itu kewajiban untuk berkerudung belum sepenuhnya saya pahami. Sehingga di sekolah saya memakai kerudung, namun ketika pulang saya lepaskan dan saya hanya berkerudung ketika sekolah. Ketika saya kuliah dan sering mengikuti kajian, barulah saya menyadari bahwa perintah menutup aurat dan berkerudung tercantum dalam Al-quran. Perintah itu sama wajibnya seperti perintah sholat, puasa, zakat dan haji bagi yang mampu. Akhirnya sejak itu saya berniat untuk berhijab secara sempurna, bukan hanya berkerudung untuk pergi kuliah saja, tetapi di setiap keluar rumah.

Perintah untuk menutup aurat dan berjilbab ada dalam QS. An-Nur ayat 31 dan QS. Al-Ahzab ayat 59, yang artinya sebagai berikut:

“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.” (Terjemah QS. An-Nur: 31)

“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Terjemah QS. Al-Ahzab: 59)

Definisi jilbab dalam kamus bahasa arab dan dalam tafsir al-quran adalah baju kurung yang lapang. Baju kurung yang lapang biasa disebut jubah atau gamis dalam bahasa kita. Dewasa ini banyak sekali gamis dengan berbagai corak dan model. Dari model ibu-ibu, model remaja hingga anak-anak. Jadi kita tidak perlu malu lagi memakai gamis di setiap pergi keluar rumah. Apalagi ternyata ada perintahnya dalam Al-quran. Tentu saja pilihlah gamis yang syar’i yaitu yang longgar dan tidak membentuk lekuk tubuh. Jilbab dan kerudung adalah identitas muslimah yang Allah perintahkan demi kebaikan si pemakai sendiri. Seperti yang tertera dalam terjemah QS. Al-ahzab ayat 59 di atas, agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu.

So, kita sudah tidak perlu bingung-bingung lagi kan untuk memilih baju. Mau seperti apapun bentuk kondisi fisik kita. Jadi, sekarang niatnya diganti, bukan memilih pakaian untuk menutupi kekurangan fisik kita, tapi niatkanlah untuk menutup aurat mentaati perintah Allah. InsyaAllah semuanya menjadi mudah dan berkah.

Mungkin sekarang ada teman-teman yang berkeluh kesah merasa sendiri, tidak ada lagi orang tua yang menemani dan mendukung kita. Padahal dengan kondisi kita yang seperti ini alangkah bahagianya ada orang tua disamping kita yang selalu mengerti keadaan kita apalagi juga mengerti dengan skoliosis kita dan berusaha untuk mencari solusi demi memperbaiki tulang punggung kita. Sekali lagi, tidak ada satupun manusia di dunia ini yang tidak luput dari ujian Allah. Segala apapun yang menimpa diri kita adalah ujian yang akan meningkatkan derajat ketaqwaan kita apabila kita mampu menjalani sembari bersyukur. Masih banyak di luar sana anak-anak yang lahir tanpa ayah. Masih banyak di luar sana anak-anak yang tumbuh dewasa tanpa sentuhan kasih seorang ibu.

Bagaimana dengan saya? Saya lahir di lingkungan keluarga yang biasa saja dan sama sekali tidak tahu menahu apa itu skoliosis. Kelainan yang ada pada diri saya dianggap memang ya sudahlah, memang begitu, mau bagaimana lagi. Selain memang mungkin karena pendidikan yang tidak begitu tinggi, juga karena kondisi ekonomi yang biasa saja kalau tidak boleh dikatakan ekonomi menengah ke bawah. Tapi saya sangat menghormati dan mengagumi kedua orang tua saya, yang walaupun “membiarkan” kelainan yang ada pada diri saya, saya tau mereka terus memikirkan saya dan selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk saya. Kalaupun tidak ada usaha apapun untuk memperbaiki kelainan yang ada pada diri saya, itu karena ketidaktahuan mereka dan ketiadaan biaya. Sedari kecil, orang tua saya terutama ibu begitu getol menyuruh saya untuk berolahraga dan bergelantungan di pintu setiap pagi sampai telapak tangan saya kapalan. Masa-masa awal kuliah, ibu saya dipanggil lebih dulu oleh Allah secara mendadak. Menyusul kemudian ayah saya pergi ke Kalimantan untuk membuka usaha disana karena usaha ayah di rumah kolaps sepeninggal ibu saya. Tinggalah saya hanya berdua dengan kakak perempuan saya satu-satunya berusaha tegar, berjualan sambil kuliah sampai-sampai kakak saya sering membolos. Karena merasa tidak sanggup untuk berjualan sambil kuliah, akhirnya kamipun hanya fokus kuliah dan hanya menunggu kiriman dari ayah serta berusaha bagaimana uang itu cukup untuk kuliah dan biaya sehari-hari kami.

Sampai akhirnya saat ini, kehidupan saya jauh dari keluarga. Ibu yang sudah tiada, ayah yang tinggal di Kalimantan, kakak yang sudah punya kehidupan sendiri dengan keluarga barunya di Malang, dan saya sendiri bekerja di Bali tanpa ada satupun keluarga disana. Sedihkah saya? Tentu saya sangat sedih, tentu saya sangat rindu berkumpul di tengah keluarga yang utuh, menikmati masa-masa bahagia bersama mereka. Tapi semua itu Allah ganti dengan teman-teman yang baik, teman-teman yang mengerti saya, teman-teman yang tidak mempermasalahkan kekurangan saya, teman-teman yang ringan tangan membantu saya dan teman-teman yang terkadang kebaikan mereka membuat saya meneteskan air mata dan membuat saya lupa kalau saya jauh dari keluarga. Bahkan di setiap lebaran pun saya tidak pernah berkumpul secara utuh dengan keluarga semenjak saya bekerja di Bali. Tapi tidak lupa saya syukuri, walaupun tidak ada ibu, tidak ada ayah, tidak ada kakak (karena mudik ke rumah mertuanya), masih ada bulek, paklek dan sepupu-sepupu saya tiap saya pulang ke Malang.

Kembali ke permasalahan skoliosis, sungguh sebenarnya tidak ada orang tua yang tidak peduli dan membiarkan kekurangan kita. Betapa saya menangis mendengar ayah saya meminta maaf karena dulu tidak bisa membawa saya berobat karena ketiadaan biaya. Jadi jangan pernah menyalahkan orang tua apabila mereka saat ini belum bisa membawa kalian ke tempat-tempat dimana kalian bisa memperbaiki kondisi skoliosis kalian, entah dengan terapi atau dengan operasi. Usaha apapun yang kalian bisa lakukan, lakukanlah. Yang sudah berani dan sudah punya cukup uang, operasi tentu sangat baik. Yang belum punya uang cukup dan belum punya keberanian, terapi juga tidak ada salahnya untuk dilakukan. Karena tidak ada usaha yang sia-sia selama kita berusaha dengan sungguh-sungguh dengan penuh keyakinan. Bagaimana dengan saya? Saat saya menulis ini, saya dalam kondisi 2,5 bulan pasca operasi. Ya, saya sudah menjalani operasi skoliosis (Cerita selengkapnya mengenai operasi skoliosis saya sudah saya tuliskan di Pulang ke Malang demi Operasi Skoliosis). Padahal sebelumnya saya sudah menutup pintu rapat-rapat dari keinginan saya untuk operasi karena saya merasa tidak sanggup untuk memikirkan biaya operasi ini. Namun karena dorongan dari teman-teman dan juga pemikiran dari mereka bagaimana saya bisa memperoleh biaya untuk operasi ini, akhirnya saya mantap untuk menjalani operasi walaupun dengan kompensasi gaji saya yang dipotong hingga separuh lebih selama bertahun-tahun ke depan. Saya sendiri sempat merasa geli terngiang-ngiang perkataan dari salah satu teman saya, “Kita kan kerja di instansi kesehatan, masa diri kita sendiri tidak sehat sih?” Sebenarnya saya merasa sehat, tapi semakin kesini, seiring kondisi skoli saya yang semakin parah dan aktivitas yang semakin padat, saya selalu menahan badan agar bisa tegap ketika duduk maupun berdiri dan itu membuat saya sangat lelah. Di samping itu, ternyata banyak teman-teman yang memperhatikan kondisi fisik saya yang memang terlihat sangat bungkuk dan memotivasi saya untuk memperbaikinya. Lagi-lagi, pendek dan bungkuk, itulah saya. Sekarang sudah 3 bulan saya cuti dari kantor demi operasi skoliosis ini. Sebentar lagi saya sudah harus kembali ke Politeknik Kesehatan Denpasar, tempat saya mengabdi semenjak 2 tahun yang lalu. Tentunya dengan keadaan yang lebih baik, InsyaAllah.
"Dua bulan pasca Operasi, masih pake penyangga sampai ke leher, karena kebengkokan tulang belakang saya sampai cervical" 





Melalui MSI pulalah saya mengetahui bahwa banyak skolioser tangguh yang sukses dengan kehidupannya, yang tetap bersemangat menjalani hidup, yang telah menjadi ibu, yang telah menjadi ayah dan menjalani segala sesuatunya dengan penuh rasa syukur. Baik yang sudah maupun yang belum menjalani operasi. Dari merekalah saya ikut belajar dan mengambil semangat hidup mereka.

Sungguh, betapa Allah sangat sayang kepada kita bukan? Bila kita merasa penuh dengan kekurangan, lihatlah orang yang lebih kurang dari kita. Kita merasa pendek? Lihatlah orang yang lebih pendek dari kita. Tulang kita bengkok karena skoli? Lihatlah orang yang punya kelainan yang lebih parah dari kita. Masih banyak orang di luar sana yang lebih menderita daripada kita bila kita mau melihat sekeliling kita. Bila kita selalu merasa sakit, pegal, sesak nafas dan lelah karena skoli kita, ingatlah bahwa Allah akan menghapus dosa-dosa kita dalam setiap sakit yang kita rasakan. Selalu lihatlah ke bawah dalam perkara dunia, dan lihatlah ke atas dalam perkara akhirat. Masalah fisik adalah masalah dunia yang tidak kekal. Tapi tentu saja kita tidak boleh lupa merawat dan menjaga kesehatan fisik yang telah dititipkan Allah kepada kita. Itu adalah salah satu bentuk rasa syukur kita atas nikmat yang telah diberikan-Nya. Irilah kepada orang yang lebih sholeh dan sholehah daripada kita. Irilah dengan orang yang selalu giat memperbaiki diri. Irilah dengan orang yang giat dan ulet belajar dan bekerja. Jangan iri dengan kecantikan dan kesempurnaan fisik orang lain. Kecantikan dan kesempurnaan fisik hanyalah titipan yang suatu saat bisa saja diambil oleh Allah. Tetapi kesholehan dan kesempurnaan perilaku kita adalah hal yang sangat bisa kita upayakan yang akan menambah nilai diri kita dihadapan-Nya dan di hadapan manusia lain.

Ingatlah bahwa kebengkokan tulang kita hanyalah setitik dari ujian-Nya yang menimpa kita. Sementara betapa banyak nikmat lain yang telah Allah anugerahkan kepada kita. Nikmat yang bila kita hitung niscaya kita tidak akan sanggup untuk menghitungnya. Lihatlah orang yang lumpuh yang hanya bisa tergeletak di tempat tidur atau di kursi roda. Kita pasti akan berkata betapa beruntungnya diri kita yang masih bisa bergerak leluasa dengan tangan dan kaki kita. Tapi lihatlah di akhirat nanti, betapa beruntungnya orang yang lumpuh itu karena tidak melalui waktu yang lama untuk dihisab, karena selama hidup tangan dan kakinya tidak pernah melakukan dan tidak pernah pergi ke tempat-tempat maksiat karena kelumpuhannya. Sementara kita? Tangan kita, kaki kita, mulut kita, mata kita, telinga kita, semuanya akan ditanya oleh Allah untuk apa selama kita hidup di dunia. Ya Allah Ya Robb...ampunilah segala dosa-dosa kami...

Boleh saja kita bersedih, namun jadikanlah kesedihan itu menghasilkan buah kesabaran. InsyaAllah tiada pahala yang tercurah sebesar pahala kesabaran.

“Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang indah.” (Terjemah QS. Al-Ma’arij: 5)

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Terjemah QS. Az-Zumar: 39)

Bergembiralah teman, lakukanlah segala kebaikan yang bisa kita lakukan, munculkanlah setiap potensi yang ada pada diri kita, berusahalah dan janganlah berputus asa, serta jadilah pribadi yang selalu bersyukur sehingga kita lupa bahwa kita adalah skolioser. Hidup skolioser!!! 

Wallahu a’lam bish showab.

Alhamdulillahirobbil’alamiin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar